Selamat Jalan Jenny
Rasanya belum kering air mata keluarga saya ditinggal nenek saya Mbah Ti. Hari Sabtu dini hari lalu, saudara sepupu saya Jenny, dipanggil Sang Maha Kuasa. Setelah sebulan berjuang melawan kanker getah bening, akhirnya Jenny menyerah.
Rumah sakit sudah mengizinkan dirinya untuk pulang. Padahal Jenny sedang menjalani kemotherapi. Rupanya sang dokter sudah memprediksi bahwa Jenny tak lagi bertahan lama, “Silakan dibawa pulang Pak, tolong selalu didampingi.” Ujar sang dokter kepada Ayah Jenny. Mendengar ucapan dokter, Ayah Jenny lemas. Sempat terbayang betapa banyak harta dan pengorbanan yang selama ini dia lakukan. Namun hal itu segera lenyap, karena dia tahu, ini semua demi Jenny, putri sulungnya, buah hatinya, darah dagingnya.
Jam menunjukkan setengah dua dini hari. Semua anggota keluarga berkumpul, karena Jenny minta ditemani. Jenny menggenggam erat tangan Ayah dan Ibunya di kanan dan kirinya. “Ibu…, aku dipanggil Kakek.” Kata Jenny. Padahal sang Kakek sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. “Sudah Nak, Kakek sudah ga ada. Disini ada Ibu dan Ayah. Kamu pasti sembuh kok Nak.” Jawab sang Ibu mencoba menenangkan Jenny.
Tak lama kemudian, semua otot Jenny menegang. Dirinya seakan menahan rasa sakit yang sangat. Setelah itu mata Jenny yang terpejam mengeluarkan air mata. Jenny menangis dalam sakitnya. Sang Ayah berbisik pada istrinya. “Bu…, ikhlaskan anak kita.”