BLOG

Practice Makes Perfect

Untuk tampil di muka umum dengan percaya diri, pastilah kita harus menundukkan rasa malu dan grogi. Bagaimana caranya? Istri saya pernah bercerita, tentang kisahnya memenangkan lomba Pidato Bahasa Jepang antar Universitas.

Rahasianya adalah pelatihan yang diberikan Obata sensei, seorang dosen Bahasa Jepang di kampusnya. Meski pribadi istri saya introvert, sangat berat untuk mengelak dari kungkungan minder yang luar biasa. Namun ternyata, Obata sensei punya resep yang jitu.

Obata sensei melatih istri saya dengan metode yang mengagumkan. Setelah menghapalkan seluruh naskah pidato, awalnya Obata mengajak istri saya berpidato di depannya selama beberapa kali. Untuk memastikan istri saya hapal dengan naskah pidatonya, beliau meminta istri saya untuk berpidato di ruang kuliah, di depan para mahasiswa, di sela-sela Obata mengajar.

Puncak dari training ini, istri saya dilatih untuk berpidato di lapangan parkir sebuah gedung perkantoran. Istri saya harus mengucap pidato dengan keras hingga terdengar oleh Obata sensei yang mengawasinya dengan jarak kurang lebih 200 meter.

Istri saya harus mengabaikan tanggapan dari ratusan orang kantor yang berlalu lalang, memandanginya penuh selidik. Mengacuhkan deru mobil hingga suara klakson. Istri saya harus benar-benar konsentrasi terhadap pidatonya apapun yang terjadi. Apakah ini mudah? Tidak. Ini tak segampang yang dibayangkan. Berkali-kali istri saya mengusap air matanya. Mencoba mengusir rasa malu dan sedih yang terus menghampiri.

Apalagi pidato istri saya bertema “Anak Jalanan”, dirinya harus membawa “ecek-ecek” kecil dan bersandal jepit. Ya, Anda bisa membayangkan bila Anda harus berteriak di tengah lahan parkiran sebuah gedung perkantoran dan mall yang penuh dengan lalu lalangnya manusia.

Bagaimana hasilnya? Berlatih pidato dengan keras ternyata berdampak dengan penampilan istri saya ketika tampil di lomba pidato tingkat nasional. Keadaan ruang yang sunyi bukanlah jaminan untuk berkonsentrasi. Mikrophone yang mati, seorang anak yang terjatuh dan menangis keras, dan blitz kamera yang berkali-kali menyala, menjadi tantangan tersendiri. Meski demikian, karena taraf latihan istri saya jauh lebih berat, dirinya mampu melewati fase lomba dengan lebih rileks dan akhirnya memenangkan lomba idato tingkat nasional.

Pengalaman istri saya sangat menginspirasi saya. Saya akan selalu berlatih training dengan keras, mengasah kemampuan dengan sungguh-sungguh, karena hidup penuh dengan kemungkinan. Apalagi istri saya selalu memotivasi saya setiap saat, setiap waktu.

Anda tidak tahu seperti apa kompetisi hidup yang akan Anda hadapi. Dengan berlatih, Anda akan makin sempurna.

TAGS > , , , , , , , ,

  • shinta

    sip pak dhony….moga slalu bs mnginspirasi org2 skitar…:)

    Reply

Post a comment