BLOG

Nenek Ishikawa

Oleh: Istikumayati

Jumat, tanggal 2 November kemarin saya pergi ke Kota Kariya. Kota ini berjarak sekitar 2,5 jam dari Nagoya, kota tempat saya tinggal saat ini. Perjalanan saya tempuh dengan kereta subway dari stasiun Nagoya University, lalu turun dan oper di stasiun Kanayama, saya naik kereta meitetsu menuju stasiun Chiryu. Di stasiun Chiryu saya naik bus jurusan Aichi University of Education.

Kebetulan, April tahun depan saya akan melakukan research selama 1 tahun di kampus Aichi University of Education. Kampus ini memang tak seramai Nagoya university, tempatnya lebih ke arah pedesaan. Saat berkeliling kampus, saya hampir tak menemui mahasiswa asing seperti halnya di Nagoya University.

Setelah berkeliling kampus, saya berkunjung ke perumahan sederhana yang disebut jutaku. Ada pula yang menyebutnya danchi. Rumahnya berlantai 2, tidak beratap genteng. Seperti yang terlihat di foto, bentuk rumahnya kotak-kotak.

Kariya Jutaku

Karena hari makin larut, saya pun menginap di rumah teman saya. Semalaman teman saya menjamu saya dengan berbagai makanan Indonesia. Kami pun bernostalgia dengan masa-masa kuliah dulu di Indonesia. Tak disangka kami bertemu lagi di Jepang setelah 10 tahun lamanya.

Ternyata mayoritas penghuni jutaku ini adalah orang-orang tua. Kebanyakan mereka adalah pensiunan, yang menghabiskan hari tuanya di sini.

Ya, kalau malam saya minum sake. Tinggal menunggu waktu mati saja kan.” Ujar salah seorang nenek tua, yang rumahnya bersebelahan dengan rumah kawan saya.

Aktifitas orang tua di sini, mayoritas bertani dan berkebun. Bagi yang memiliki anak, biasanya anak mereka bekerja di kota. Ada juga beberapa yang tidak memiliki anak.

Keesokan harinya, pukul 10.00 saya bertolak ke Nagoya. Namun sebelumnya, saya mengunjungi teman yang lain di Kota Nishio. Kota Nishio ini bersebelahan dengan Kota Kariya.

Syukurlah ada bus gratis pemerintah kota Kariya, yang bisa kumanfaatkan. Setiba di halte, aku berdiri mengantri. Di depanku sudah ada 2 nenek-nenek. Sudah bisa ditebak, nenek-nenek itu penasaran melihatku dengan kerudung.

Setelah puas bertanya tentang negara dan agamaku. Mereka pun bercerita tentang kesepian mereka. Nenek bertopi itu memiliki seorang anak, yang kini menjadi dokter di kota Osaka. Kira-kira 7 tahun lalu, saat itulah kunjungan terakhir anaknya.

Sedangkan nenek dengan syal abu-abu lusuh mengatakan bahwa dia memang tidak berniat memiliki anak. Semenjak suaminya meninggal, dia pun sebatang kara.

Ketika bus datang, kami pun naik. Karena ini bus gratis, maka kami harus mengucapkan “yoroshiku onegaishimasu” (mohon bantuannya) kepada sopir. Dan mengucapkan “arigatou gozaimashita”, tatkala turun dari bus.

Pemandangan yang sama di dalam bus ini adalah 90% penumpangnya adalah nenek dan kakek. Kebanyakan mereka hendak ke pemandian umum. Mereka bercerita bahwa mereka senang mandi bersama, kadang menggosok punggung kawan mereka bergantian. Sambil bercerita, menggosip dan bersenda gurau.

Ketika di bus, saya melihat wajah yang sayu dari mereka. Serasa ada yang kurang dari diri mereka. Saya pun teringat nenek saya di Surabaya. Meski nenek saya tidak bisa pergi jalan-jalan seperti halnya orang-orang tua di Jepang, namun nenek saya mungkin lebih beruntung. Minimal setahun 1 kali, dia bisa bertemu dengan semua anak, cucu dan cicitnya. Karena aku pun tinggal tak jauh dari Surabaya, kami selalu sempatkan berkunjung ke tempat mereka.

Betapa senyum bahagia tertoreh di wajah nenekku. Apalagi melihat cicitnya yang tumbuh dewasa. Nenekku masih bisa mencium aku, cucunya. Nenekku masih bisa melihat tingkah lucu cicitnya, anak-anakku. Senyum yang sama tidak kudapati di wajah nenek-kakek di dalam bus ini.

Bayanganku kembali kepada nenek Ishikawa, yang bertopi. Aku tak tahan melihat genangan air matanya di kelopak mata, tatkala menunjukkan foto usang dari dompetnya. Foto cucunya, yang mungkin saat ini sudah duduk di bangku SMP. Foto yang warnanya hampir memudar. Bahkan di kunjungan terakhir anaknya, cucunya itu tidak ikut mengunjunginya. Hanya foto bayi itulah, satu-satunya kenangan yang dimilikinya tentang cucunya.

Saya menghela nafas panjang….. Memang benar, kasih orang tua sepanjang jalan. Kita tak akan mampu membalas kebaikannya. Namun kita masih bisa berbuat kebaikan untuk mereka. Sudahkah?

TAGS > , , , , , , , ,

Post a comment