Menempatkan Beban pada Tempatnya
Kehidupan dunia memang selalu diwarnai dengan permasalahan. Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang hidup tanpa masalah. Mulai dari bayi yang baru lahir hingga manusia yang akan menghadapi sakaratul maut. Meski demikian kita harus memahami, bahwa Tuhan yang Maha Tahu, telah menakar tiap-tiap beban yang dimiliki manusia sesuai dengan kemampuannya.
Sebagai contoh, ada seorang pendidik yang sangat emosional terhadap siswa-siswinya. Semua tugas yang dikumpulkan dianggap tidak sempurna. Ucapannya begitu menyakitkan, terkesan mengejek dan merendahkan martabat anak didiknya. Seakan-akan dirinyalah yang paling mulia. Padahal para siswa sudah berusaha mengerjakan tugas sebaik mungkin. Menurut Anda, bagaimana perasaan para siswa? Tentu siswa akan antipati pada sang guru. Mereka akan menjauh dan menjaga jarak. Akhirnya, mata pelajaran yang diajarkan akan dipandang sebelah mata. Demikian pula dengan gurunya.
Kita ambil contoh lainnya. Seorang tenaga kesehatan yang seringkali bicara kaku dan pedas pada pasiennya. Tanpa senyum, melayani ala kadarnya. Sang dokter marah jika terlalu banyak pertanyaan dan permintaan dari pasien. Padahal kita semua tahu, tidak ada seorang pun di dunia yang ingin menderita sakit. Semua orang ingin hidup bugar. Seseorang yang sakit, hidup dalam kesusahan. Andaikata dia bisa menyembuhkan diri sendiri, tentu dia tak membutuhkan bantuan sang dokter.
Satu lagi, seorang ibu rumah tangga yang dengan mudah memarahi si kecil, meski kesalahan buah hatinya tak seberapa. Anak tersebut menumpahkan susu dari gelas, dan memecahkan wadahnya. Akal sang ibu memang telah sempurna, dirinya pun telah dewasa. Sebaliknya dengan sang balita. Dia belum memahami benar dan salah. Dia tidak mengerti arti sebuah gelas yang pecah. Akhirnya, si kecil yang belum genap berusia sebelah telapak tangan menangis, tanpa tahu apa dan mengapa sang ibu memarahinya.
Para pemenang kehidupan, emosi memang bisa muncul kapan saja dalam diri manusia. Apapun profesi kita, pasti ada banyak beban di belakangnya. Si pendidik tadi, mungkin memiliki permasalahan berat di rumahnya, beban tugas penelitian atau tekanan dari atasan yang menumpuk, sehingga dia tidak siap menyampaikan materi. Sehingga emosi muncul begitu saja, dengan alasan yang sepele.
Demikian pula dengan sang tenaga kesehatan, gaji yang minim, lembur yang tak bisa terhitung lagi, serta banyak permasalahan lain. Sedangkan ibu rumah tangga bisa saja sudah dipusingkan dengan pekerjaan di rumah yang tak kunjung selesai, ditambah pendapatan suami yang sangat minim, tunggakan hutang dan lain-lain.