BLOG

Mbak Nada, Terima Kasih

Mencintai adalah sebuah kata yang menurut saya tak bisa didefinisikan 100%. Tak cukup hanya terungkap dengan kata-kata, namun juga harus terbukti dengan perbuatan. Mengucapkannya adalah hal yang mudah, namun pembuktiannya adalah hal yang sangat berat. Jika ada pertanyaan, “Apakah Anda mencintai keluarga Anda?” Mungkin kita bisa berkata, “Ya, saya mencintai keluarga saya.” Namun jika kembali ditanyakan, “Apa buktinya?” Boleh jadi kita tengok kiri kanan karena bingung bukti seperti apa yang harus diungkapkan.

Baru-baru ini saya belajar definisi cinta. Bukan dari Mario Teguh, motivator ternama. Bukan pula dari Ustadz Cinta. Bukan juga dari kisah percintaan yang legendaris seperti Romeo dan Juliet. Ternyata tak perlu mendongak tinggi-tinggi ke atas untuk belajar makna cinta. Saya justru belajar dari putri kecil saya, Nada Kumiko.

Usianya kini sudah 5 tahun. TK-A. Hari Jumat lalu (20 Sept), saya meninggalkan rumah untuk pergi ke Tabalong, Kalimantan Selatan. Disana workshop Amazing Slide Presentation batch-7 digelar. Nada pun terpaksa saya tinggal di rumah bersama istri saya dan adiknya Isam Naoki. Seperti biasa, sebelum saya berangkat Nada dan Isam saya peluk erat. Tak ketinggalan kecupan kecil di kening mereka berdua. “Abi kerja ya Nak, baik-baik di rumah ya. Jaga Umi. Jadi anak pinter ya.” Mereka berdua pun mengangguk. Dan saya pun berangkat.

Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya saya sampai di Tabalong dan menyelesaikan hari pertama workshop desain powerpoint Amazing Slide Presentation. Rasa kangen saya pun muncul. Akhirnya saya pun telepon ke rumah dan menanyakan kabar keluarga. “Halo sayang…., gimana kabar anak-anak.Istri saya pun menjawab, “Baik Abi…, Abi, Mbak Nada mau kasih kejutan untuk Abi.

Kejutan? Kejutan apa Mbak Nada?” Tanya saya penasaran.

Mbak Nada ga mau ngomong Bi…, besok saja waktu Abi pulang.”

Saya pun melanjutkan perbincangan lain, untuk mengobati rasa rindu. Namun rasa penasaran masih tetap ada dalam benak saya.

***

Hari Senin (23 Sept) saya pun kembali ke rumah. Saat mengucap salam, hanya istri saya yang menjawab. Tak ada jawaban dari putra-putri saya. “Mana Mbak Nada sayang….” Tanya saya.

Istri saya tak menjawab apapun, dia hanya menunjuk ke arah kamar tidur. Disana Mbak Nada tertidur pulas. Saya pun memeluk Nada. Namun ada hal yang tak biasa dengannya. Sekujur tubuh Nada panas.

Lho… Mbak Nada panas Umi.”

Iya Abi, Mbak Nada dua hari ini (Sabtu dan Ahad) sibuk niyapin kejutan untuk Abi. Dia ga cukup istirahat. Makan-nya sering telat. Akhirnya badannya panas.”

Saya pun menengok kanan kiri, saya melihat dinding, buku-buku Nada. Tak tampak kejutan tersebut. Biasanya Nada sukanya menggambar. Seringkali dia memperlihatkan gambar rumah, saya, istri saya, dia dan Isam hasil goresan kecilnya yang indah. Lalu dia bercerita. Tapi tidak tampak satupun hasil coretan Nada di kamar tersebut. Tanpa saya duga, Mbak Nada bangun dan memeluk saya, “Aaabi…..” Ujar Nada dengan suara lemas.

“Istirahat ya sayang. Badanmu panas loh. Nanti minum obat ya.”

Namun bukan tanggapan itu yang Nada respon, dia segera terbangun dan menggandeng tangan saya keluar rumah. “Lho… ada apa sayang…, di dalam rumah saja. Kamu masih panas lo..

Nada tidak merespon ucapan saya. “Lihat ya Abi…” Dia meminta saya menunggu di teras rumah dan memperhatikannya. Nada pun menuntun sepeda kecilnya dan menaikinya. Sekejab saya tertegun, ya… Nada bisa mengendarai sepeda itu. Tanpa roda bantuan di kanan kirinya. Dia mengayuh sepedanya dengan riang. Dan mengatakan, “Abii…. aku bisa.” Maklum dua hari sebelum saya ke Tabalong, saya mengajari Nada naik sepeda. Tapi dia menangis, karena takut jatuh.

Saya pun tersenyum, “Kamu hebat sayang…. kapan belajarnya? Eh iya, panas lho di luar. Ayo masuk dulu. Badanmu kan juga masih panas.”

Kali ini Nada menurut. Dia segera mengembalikan sepedanya dan menggandeng tangan saya untuk masuk ke rumah.

Istri saya kemudian berkata, “Mbak Nada sejak Sabtu dan Ahad belajar naik sepeda untuk memberi kejutan ke Abi. Mbak Nada bilang, “aku mau ngasih kejutan ke abi, aku mau bisa naik sepeda, supaya Abi ga perlu jauh-jauh ngantar aku sekolah. Biar aku bisa berangkat sendiri. Abi lho kerja jauh untuk mbak Nada, kasihan. Sekarang Mbak Nada ingin kerja untuk Abi.”

Istri saya kemudian melanjutkan, “Lihat Abi, kaki Mbak Nada sampai kebiruan. Dia jatuh berkali-kali. Tapi Mbak Nada tetap mau belajar. Sadel sepeda kecilnya juga rusak. Umi ikat dengan rafia. Itu karena jatuh menimpa Mbak Nada. Keranjang sepeda Mbak Nada juga patah. Mbak Nada Sabtu dan Ahad sering telat makan. Karena saking semangatnya. Dia pulang ke rumah untuk minum, lalu lanjut belajar lagi naik sepeda. Hari Ahad pagi Nada masih belum bisa bersepeda, Umi pun kaget, Ahad sore Nada sudah bisa. Dia hebat Abi….

Mendengar cerita istri saya, air mata saya pun menetes. Saya kembali memeluk Nada dengan erat. “Abi sayang kamu Nak. Kamu hebat Nak, kamu Hebat. Setelah ini Abi belikan sepeda baru ya.” Nada tersenyum, dan mencium saya. Sungguh hari itu saya sangat bahagia, bukan hanya karena Nada bisa bersepeda, tapi karena saya telah belajar arti cinta dari Nada.

Mbak Nada, terima kasih.

Pakar Slide Dhony Firmansyah bersama putrinya Nada Kumiko Firmansyah di depan sekolahnya.

 

TAGS > , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Post a comment