BLOG

Malulah, sebelum Tuhan Mencabutnya

Dua hari ini saya dan istri mengurus paspor di kantor imigrasi. Mulai dari pembuatan paspor saya dan anak-anak, hingga perpanjangan paspor milik istri saya. Peningkatan pelayanan kantor imigrasi sudah tampak di sana-sini. Mulai dari pengambilan nomor urut antrian hingga loket khusus untuk penyandang cacat, bayi, wanita hamil dan lansia. Meski sudah dibenahi, namun sejumlah pelanggaran yang dilakukan pemohon paspor saya temui. Yang paling sering adalah menyerobot antrian dengan alasan lupa mengambil nomor. Petugas pun “terpaksa” melayani. Namun anehnya, petugas tidak menegurnya.

Padahal apa yang dia lakukan merugikan puluhan orang yang sudah antri sejak pagi. Yang sama-sama punya kepentingan dan punya urusan. Yang saya heran, orang-orang yang melanggar seakan tidak memiliki rasa malu bahwa mereka salah. Mentalitas negatif ini juga sering saya amati di pom bensin, saat kendaraan terutama sepeda motor, mengantri mengisi premium. Saya pun pernah menegur tiga orang yang menyerobot antrian. Dengan senyum kecut mereka mundur ke belakang.

Bukan hanya masalah antri-mengantri, soal membuang sampah sembarangan pun seakan sudah jadi budaya. Bahkan tidak sedikit orang-orang bermobil mewah yang membuang sampah lewat jendela mobil seenaknya. Berprofesi sebagai guru, istri saya pun sering menegur siswanya yang membuang sampah di ruang kelas, lobi sekolah dan bangku kelas. Padahal seringkali yang diingatkan adalah orang-orang terpelajar ataupun punya gelar yang berderet-deret. Pertanyaan apakah kita perlu terus ditegur untuk hal-hal kecil yang sebenarnya tidak perlu berpikir berat untuk menjalaninya?

Pages: 1 2

TAGS > , , , , , , , , , , , , , ,

Post a comment