
Kekurangan adalah Poin Cinta Keluarga *)
oleh: Istikumayati
Saya dan calon suami saya (waktu itu), tidak pernah berpacaran sebelum menikah, layaknya kebanyakan anak muda sekarang. Bukan karena kami kuno, tapi karena kami memahami bagaimana Islam mengatur hubungan antara perempuan dan laki-laki. Namun jangan salah, bukan berarti kami menikah tanpa saling mengenal sebelumnya. Islam memperbolehkan ta’aruf, yaitu proses saling mengenal.
Pada waktu itu saya sedang study ke luar negeri. Sedangkan calon suami saya berada di Indonesia. Kami melalui proses ta’aruf dalam kurun waktu 1 tahun lebih, dikarenakan masa kuliah saya di Jepang. Kami melakukan pembicaraan mengenai sifat masing-masing, hobby sampai makanan favorit. Hal ini dimaksudkan agar nanti ketika hidup bersama, kami tidak kaget tentang kepribadian masing-masing. Tentu saja, semua harus dilandasi kejujuran. Dan tentu dalam ta’aruf juga dibahas tentang pernikahan sampai dengan rencana rumah tangga ke depan. Semuanya kami lakukan via telpon, email dan chating.
Meski demikian, ketika kami telah menghalalkan hubungan, tetap saja ada kejutan-kejutan yang tak kami duga sebelumnya. Hal ini menurut kami lumrah, karena manusia bukan barang mati yang konstan, tapi bisa berubah dan berkembang. Kami juga sadar, bahwa tidak ada manusia yang sempurna.
Sebelum menikah, sah-sah saja bila kita mendambahkan pasangan yang wajahnya elok, harta berlimpah, mapan, sopan, romantis, dan bagus agamanya.
Namun, kalau kita mau berpikir lebih jauh lagi, berapa orang di dunia ini yang memenuhi semua kriteria di atas? Mungkin saja ada, tapi tentu sangat sedikit. Bagaikan mencari jarum di tumpukan jerami, tentu akan sulit menemukan orang yang mendekati sempurna. Sampai usia udzur pun belum tentu kita bisa menemukannya.
Saya pun pernah berpikiran seperti itu sebelum menikah. Mengharapkan seorang suami yang sempurna, paling tidak mendekati sempurna. Namun kini saya sadar, banyak sekali kekurangan pada diri suami saya, demikian pula saya sendiri. Seorang istri dan suami disatukan dalam maghligai rumah tangga, tujuannya adalah untuk saling melengkapi.
Coba bayangkan jika suami atau istri kita adalah orang yang sempurna, mampu melakukan segala hal sendiri. Misal suami bisa memasak, mencuci baju, membersihkan rumah, bekerja dan ke dokter sendiri jika sakit. Semua dilakukannya sendiri. Kalau sudah begini, dimana posisi si istri? Istri bagai tak punya peran apa-apa dalam hidup suami. Sungguh menyedihkan bukan.
Para pemenang kehidupan, kalau kita sudah memahami bahwa pasangan kita bukan orang yang sempurna, maka itu adalah langkah awal yang baik dalam menjalani rumah tangga. Mengapa saya katakan awal? Ya, karena akan ada surprise-surprise lain, yang akan muncul di kemudian hari. Surprise itu bisa berupa kekurangan atau kelemahan baik fisik atau psikis. Atau bisa juga sebaliknya, surprise ini bisa berupa kemajuan pasangan kita. Kalau kita tidak faham, bahwa pasangan kita tidak sempurna, maka kita bisa shock dan menyalahkannya. Walhasil, cek-cok atau perselisihan akan muncul bahkan bisa memporak-porandakan keharmonisan rumah tangga.