Impian ku Naik Pesawat
Oleh: Istikumayati
“Sudah di waiting room, honey” Begitu pesan singkat suamiku, yang sedang menunggu pesawat ke Jakarta dan akan lanjut ke Bogor.
Tiba-tiba aku teringat masa kecilku. Impian sederhana sewaktu aku belum sekolah. Kala itu emakku bertanya, “Kamu kalau besar, mau jadi apa?” “Aku mau naik pesawat.” Jawabku singkat.
Sejak itu, aku teringat beberapa kali Emak berkata, “Belajar yang pinter supaya bisa jadi pramugari ya”, sambil mengelus kepalaku.
Entah kenapa aku tidak setuju dengan Emak. Aku ingin naik pesawat, tapi bukan jadi pramugari. Aku ingin naik pesawat dengan santai, melihat pemandangan bumi dari atas. Namun aku sadar, keadaan ekonomi keluargaku kala itu tidak memungkinkan bagiku untuk naik pesawat sekedar untuk jalan-jalan, bahkan hanya sebagai penumpang sekalipun. Namun cita-cita naik pesawat terus kusimpan di hati.
Setiap kali melihat pesawat terbang, dalam hati ku berucap, “Kapan ya…, aku bisa duduk di dalam pesawat itu?” Aku terus memupuk impian itu, tanpa tahu kapan Allah akan mengabulkannya.
Seiring jalannya waktu, aku berusaha keras mengejar impian untuk menjadi orang sukses ketika dewasa nanti. Belajar dengan giat. Plus jujur di kelas ketika ulangan adalah sebuah tantangan hebat kala itu. Mengingat 95% teman-teman di kelas saling contek dan berlaku curang lainnya. Terkadang ada rasa jengkel, ketika aku belajar keras ternyata jawaban itu disalin oleh teman. Yang lebih jengkel lagi, ternyata nilainya lebih tinggi dariku.
Aku bukan anak pandai di kelas. Levelku biasa saja. Aku belum tahu nilai sesungguhnya dari Energi positif dan Negatif. Aku hanya yakin, kalau aku berusaha keras, Allah akan membalasnya sekarang, atau nanti. Maka, ketika aku belajar keras, ternyata nilaiku tak seperti harapan, aku tak lantas berpikiran untuk berhenti belajar, toh hasilnya sama saja. Tidak! Hanya berbekal keyakinan saja. Hanya itu modalku.
Hingga aku diterima di SMA favorit Surabaya. Di tengah kegoncangan krisis ekonomi, mulai kelas 1 akhir, aku harus meninggalkan rumah orang tua. Aku tinggal di rumah orang lain yang membiayai sekolah dan kebutuhan sehari-hari. Aku membantu mereka membersihkan rumah, terkadang mencuci dan setrika baju, membantu di dapur dan pekerjaan serabutan lainnya, sebelum dan sepulang sekolah. Semua kujalani hingga aku lulus SMA.