BLOG

Beda Hasilnya

Ketika saya lulus S1, yang ada di pikiran saya adalah bagaimana memperoleh pekerjaan. Akhirnya saya pun melayangkan surat lamaran kerja ke berbagai tempat. Sejumlah diantaranya diterima dan beberapa surat yang lain ditolak. Semua peluang pekerjaan yang kira-kira sesuai dengan bidang yang saya kuasai, saya coba lakukan. Saya coba kerjakan. Maklum masih mencari pengalaman. Jadi semuanya masih coba-coba.

Apa yang terjadi setelah itu? Hampir semua pekerjaan saya di beberapa perusahaan tempat saya magang tidak ada yang sukses. Lebih banyak errornya daripada saya lakukan dengan benar. Tidak lama kemudian saya resign. Itulah yang terjadi. Keluar masuk tempat kerja adalah hal yang biasa. Itulah akibat saya hanya coba-coba.

Saya terakhir bekerja di sebuah instansi pendidikan. Sebagai karyawan. Karena saya menganggap pekerjaan ini hanya sebatas mencari pengalaman dan batu loncatan untuk pekerjaan lain yang lebih baik, hasilnya pun tidak jauh beda dengan apa yang saya lakukan di tempat kerja sebelumnya. Akhirnya sama, saya pun resign.

Waktu pun terus berlalu. Saya sekarang menjadi trainer, pemilik perusahaan dan penulis buku. Saya menjalani profesi ini dengan sungguh-sungguh. Dengan bercermin dari pengalaman lalu, saya sekarang mengerti mengapa dulu apa yang saya lakukan tidak optimal dan banyak menuai kesalahan.

Gampangnya seperti ini, tahukah Anda pengamat sepak bola yang sering muncul di televisi dan mengomentari jalannya pertandingan? Mungkin kata-kata dan analisanya luar biasa. Namun bagaimana ketika pengamat tadi diminta untuk bermain bola? Belum tentu dirinya bisa melakukannya dengan baik. Berkomentar memang mudah. Inilah beda antara”mengetahui” dan “melakukan”.

Orang yang “melakukan” sesuatu pun berbeda-beda. Ada yang melakukan dengan sungguh-sungguh namun ada yang hanya coba-coba melakukan. Jika Anda coba-coba melakukan, maka bersiaplah untuk gagal. Karena orang yang sekedar coba-coba, tidak akan optimal dimanapun dan kapanpun.

Pages: 1 2

TAGS > , , , , , , , , ,

  • irma

    terima kasih untuk inspirasinya, pak dhony.

    kalau boleh, saya ingin mengomentari soal komentator bola. saya sendiri belajar sastra di bangku kuliah. selain penulis/sastrawan, kita mengenal kritikus sastra. mungkin kritikus sastra ini mirip2 komentator bola di dunia olahraga yah.

    banyak yang bilang pada kritikus, “ngritik aja bisanya, coba dong bikin karya.” padahal jadi kritikus sendiri ga mudah, ada disiplin ilmunya, ada wawasan dan ‘sense’ yang harus dimiliki, dan ‘mengkritik’ yang baik dan benar bukanlah hal mudah. penulis dan kritikus adalah dua profesi yang berbeda, dan keduanya sama2 membangun dunia literasi dengan cara masing2.

    saya bukan penggemar sepak bola, tapi barangkali saja, komentator bola adalah profesi lain yang mendukung dunia sepak bola. jadi, rasanya kurang tepat meminta komentator untuk bermain.

    mohon maaf kalau ada salah kata, keep sharing yah ^_^

    Reply
    • pemenangkehidupan

      Terima kasih Bu atas masukannya. Saya hanya mempertajam contoh antara tahu dengan melakukan Bu.
      Memang ada orang yang berprofesi sebagai komentator dan itu tidak salah.
      Untuk berkomentar tidak perlu penguasaan kemampuan praktik, cukup teori.
      Tapi untuk melakukan, butuh penguasaan teori dan praktik.
      Mohon masukannya utk tulisan sy yg lain. Terima kasih.

      Reply

Post a comment