Istriku, Dirimulah Keajaiban Itu
6 tahun sudah umur pernikahan kami berdua. Usia yang belum dibilang matang dalam membina rumah tangga. Kami berdua masih belajar saling mengerti, memahami dan memaafkan. Dengan segala kekurangan yang kami miliki, kita berdua berharap saling melengkapi. Benar kata orang Jawa, istri disebut dengan “Garwo” atau “Sigarane Nyowo” atau “separuh nyawa”. Tanpa istri, seorang suami yang sukses bukanlah siapa-siapa. Tanpa istri, seorang suami yang kaya, hidupnya akan terasa hampa. Demikian pula dengan saya. Yang mencoba menapaki jalur kesuksesan dengan dukungan “separuh nyawa” saya.
Dalam dunia “mesin kecerdasan” istri saya adalah orang intuiting. Orang bertipe ini sarat dengan ide, kaya dengan ilmu dan berlimpah dalam memberi alternatif solusi. Istri saya seorang guru bahasa Jepang. Karena intuisinya begitu menonjol dia gemar memainkan media pengajaran. Banyak hal-hal “aneh” namun masuk akal yang dia kreasikan. Saya pun pernah diminta mendampingi ketika dia praktik mengajar. Dalam waktu singkat, saya yang tidak mengerti apapun tentang bahasa Jepang, mampu mengingat banyak kosakata. Dan masih ingat hingga sekarang.
Orang intuiting tidak bisa ditekan. Tidak bisa dipaksa mengikuti kehendak orang lain. Karena idenya bisa jadi lebih banyak dari orang yang memerintahnya. Biarkan dia berkreasi, asal masih syar’i dalam batas agama. Itulah yang saya lakukan. Saya mencoba memahami istri saya dan mesin kecerdasannya. Bagi saya, dialah sumber inspirasi dan keajaiban dalam hidup saya.
Setahun yang lalu istri saya mengatakan, “Mas, bolehkah aku ikut teacher training ke Jepang?”
Saya pun menjawab, “Untuk apa Say?”
“Nambah ilmu Mas, Umi ngerasa kemampuan bahasa Jepang Umi tambah turun. Kalau ga diupgrade lagi nanti bisa-bisa merosot jauh. Kan Mas yang bilang kalau pengen jadi expert harus berlatih berjenjang. Nah ini Umi mau lakukan.”
Saya pun menyanggupi apa kata istri saya. Dia pun mengurus segala perlengkapan dokumen. Namun ternyata susah payahnya istri saya terbalas dengan penolakan dari Kepala Sekolah. Tanpa alasan, Sang Kepala Sekolah tak mau menandatangani surat permohonan izin mengikuti tes seleksi dokumen teacher training. Ya, hanya mengikuti seleksi dokumen. Belum tes tulis, kesehatan, wawancara dan lain-lain. Baru tahap awal usaha istri saya pun terhenti. Seperti membentur tembok besar yang tak mungkin diruntuhkan.