Jangan Terlalu Cepat Menilai
Hari ini saya mengantarkan si kecil untuk mengaji di masjid dekat rumah. Bersama istri dan si mungil yang masih di didekap kekasihku dengan mesra. Setelah sampai di masjid, saya tinggalkan istri dan dua buah hati saya disana. Maklum, di sekitar masjid sebagian besar anak-anak TPA ditunggu oleh Ibu mereka. Jadi terus terang, saya sungkan jika berada di sana. Lagipula, saya harus mengganti regulator elpiji di rumah, sehingga istri saya bisa memasak ketika kembali dari masjid.
Sewaktu saya berada di rumah, Hp saya berbunyi. Rupanya ada sms dari istri saya. Padahal jam masih menunjukkan pukul 16.30, masih kurang setengah jam lagi sebelum jam belajar berakhir. Sms itu bertuliskan, “Nada tidak mau masuk masjid. Isam nangis terus Mas…” Saya pun sontak menelpon istri dan kemudian pergi ke masjid.
Benar, disana Nada (putri saya) berlarian di halaman masjid. Saya pun menasihatinya untuk kembali masuk masjid dan kembali belajar. “Sudah kok Abi…” Jawab Nada. “Nada…, ini belum waktunya pulang, kamu jangan lari-lari di halaman masjid, nanti mengganggu teman-temanmu yang masih menulis.” Dengan wajah cemberut, Nada masuk ke masjid. 10 menit kemudian semua siswa keluar untuk pulang.
Terus terang saya cepat menilai bahwa anak saya nakal. Dia berlari-lari, menaiki bangku belajar, mengganggu rekannya yang menulis dan sebagainya. Sesampai di rumah pun, saya kembali memanggil Nada, untuk menasihatinya supaya tidak berlari-lari di masjid. Dengan mata berkaca-kaca, saya memeluknya, Nada meminta maaf dan kemudian mencium tangan saya.
Tidak lama kemudian Nada dan Isam (adiknya) pun tertidur. Mungkin karena kecapekan. Setelah seharian tidak tidur siang, bermain bola di halaman rumah, hingga berlari-lari di masjid. Saya kembali menghadap komputer, menarikan jari saya di keyboard untuk menuliskan inspirasi. Di waktu itulah istri saya masuk ke ruangan dan memperlihatkan buku mengaji milik Nada. Dia membuka halaman pertama. “Mas…, Mbak Nada tadi belajar lho..” Di halam itu tampak tulisan Nada mengikuti garis putus-putus huruf Alif, dan fatkhah.
“Berarti tadi Nada ga bohong Mas…, dia memang sudah belajar…, Umi juga salah, Umi menilai Nada tidak taat pada Ustadzahnya, padahal seharusnya Umi tahu, sifat Nada selalu cepat bosan. Masih ingat kan ketika di supermarket, ketika Nada sudah menemukan kue, eskrim atau apapun yang dia mau, pasti dia langsung minta pulang. Sama Mas dengan kejadian hari ini. Rupanya Nada terlalu cepat menulis dibanding rekan-rekannya yang lain. Dia bosan di dalam kelas, akhirnya dia keluar dan belajar dengan caranya sendiri. Ya… dengan berlari-lari. Nada tidak nakal Mas, tapi dia anak yang pintar…, sangat pintar, lebih dari rekan-rekannya yang lain.”
Sontak ini tamparan keras bagi saya. Ya Allah, maafkan Abimu Nak, yang terlalu cepat menilai.