Budaya Mencontek, Menukar Masa Depan
Saat ini saya sedang kuliah di salah satu institusi pendidikan di Surabaya. Dan mayoritas kenalan saya adalah guru dan dosen. Ketika saya berbicara dengan mereka, banyak informasi yang saya peroleh. Salah satunya adalah budaya mencontek anak didik mereka yang seakan tak bisa dipangkas hingga akar.
Ketika ada tugas mata pelajaran, ujian semester hingga kelulusan, mencontek adalah tradisi yang dibudidayakan. Apalagi ketika ujian nasional. Baru-baru ini ditemukan sejumlah kecurangan mencontek masal yang melibatkan oknum guru dan sekolah. Sungguh pribadi yang tak patut ditiru.
Apa alasan seseorang mencontek? Banyak. Bisa lebih dari satu. Diantaranya, tidak percaya diri, belum belajar, belum menguasai materi, hingga solidaritas antarrekan. Namun menurut saya, faktor utama seorang pelajar mencontek adalah tidak adanya percaya diri.
Seorang pelajar, baik itu SD, SMP, SMA, Mahasiswa hingga S2 dan S3 yang mencontek, sebenarnya tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Tidak percaya terhadap apa? Terhadap ilmu yang dia miliki, kecerdasannya, keunggulan akalnya hingga masa depannya.
Seseorang yang mencontek, lebih memilih jawaban rekannya, yang belum tentu benar dibanding jawaban hasil karya akalnya sendiri. Padahal Tuhan menciptakan akal untuk berpikir serta memilah baik dan buruk, namun dengan mencontek, akal seakan disiakan begitu saja. Tuhan juga menciptakan potensi kecerdasan pada manusia. Namun ternyata dengan mencontek, kecerdasan ini tiada berarti. Padahal semua pemberian Tuhan itu tidak ternilai harganya.
Dengan merendahkan ciptaan Tuhan ini, kita seakan kita berterima kasih di depan seseorang, namun menghina di belakang orang itu. Pantaskah?
Mencontek bukan hanya merendahkan kemampuan diri semata, mencontek juga memelihara budaya malas berpikir dan selalu mendambakan kesuksesan instan. Jika malas berpikir sudah membudaya, impian menjadi pribadi dan bangsa yang maju hanyalah angan-angan tanpa bukti.
Bila hanya mendambakan kesuksesan instan, maka jangan heran jika ada seorang direktur yang tidak mampu mengurusi perusahaannya, dokter yang cuci tangan saat malpraktik terhadap pasiennya atau pemimpin negara yang kurang peduli dengan rakyatnya. Ya, kesuksesan instan membuat manusia tidak mampu mengemban amanah yang dia peroleh. Karena apapun yang dilakukan tidak optimal dan ala kadarnya.
Supaya Anda mendapat tempat yang mulia, maka muliakanlah akal Anda. Mulai saat ini hapus budaya mencontek dalam hidup Anda. Silakan Anda bertukar pikiran, namun jangan sampai bertukar jawaban. Itu sama dengan menukar masa depan Anda.
Salam Pemenang Kehidupan.