BLOG

Pedulilah dengan Keluarga

Saya memiliki beberapa rekan aktivis dakwah, aktivis parpol dan aktivis ormas. Sebagian besar diantara mereka adalah pemuda. Usianya masih belia, sekitar 20-an. Mayoritas belum memiliki anak dan pasangan hidup (suami atau istri). Bicara tentang aktivitas mereka sungguh luar biasa.

Sang aktivis dakwah malam dan siang berjibaku dengan agenda pengajian di kampus dan masjid. Sang aktivis parpol sibuk mempersiapkan kader dan simpatisan jelang pemilu 2014. Sedangkan sang aktivis ormas, tak kalah sibuknya. Planning demo anti-kenaikan BBM dia rencanakan dengan rapi. Tentu persiapannya butuh berhari-hari.

Tak disangka, dibalik aktivitas mereka yang luar bisa, salah satu Ibu aktivis mendatangi rumah saya. Dia datang dengan mata berkaca-kaca. Dia bercerita tentang anak kandungnya yang setiap harinya menghabiskan waktu di luar rumah. Seakan sang anak tak peduli lagi dengan ucapan sang Ibu.

Tolong Mas Dhony, nasihati anak saya. Saya memang tidak meminta dia untuk di rumah seharian. Silakan beraktivitas, tapi Mas…, saya Ibunya, saya hidup seorang diri. Suami saya sudah tidak ada. Sedangkan anak kami semata wayang. Saya takut Mas kalau ada apa-apa dengan dia. Kalau dia lapar bagaimana. Kalau dia sakit bagaimana.” Ujarnya sambil meneteskan air mata.

Beliau lalu melanjutkan, “Mas…, saya mengerti remaja adalah masa idealis. Tapi, sekarang dia sedang kuliah, kuliahnya sudah molor beberapa tahun. Sedangkan untuk biayanya kuliah, saya harus pontang-panting jadi buruh serabutan. Saya memang sangat ingin punya anak yang sholeh, rajin ibadah. tapi bukankah agama juga menyuruh kita untuk berilmu. Saya ingin anak saya sadar Mas, dia berdakwah pada orang lain supaya terbuka dengan nasihat. Tapi sepertinya selama ini nasihat saya tak didengarkan.”

Kalimat terakhir yang menggetarkan saya adalah, “Mas, bukankah Rasul sebelum meninggal mengatakan ada orang yang harus ditaati selama hidup, yaitu Ibumu, Ibumu, Ibumu dan Ayahmu. Ibu disebut tiga kali, Mas. Tolong beri nasihat padanya. Jika dia sakit, apakah rekan-rekannya mau merawatnya. Jika dia mau masuk surga, siapa yang harus didengarkannya. Sayalah yang selama ini tahu keluh kesahnya….

Pages: 1 2

TAGS > , , , , , , , , , , , , , ,

Post a comment